Menurut cerita nenek moyang yang turun
temurun, dari zaman dahulu hingga sekarang; ada suatu tempat yang dianggap Keramat oleh para leluhur; yaitu
terletak di hulu Sungai
Ketahun. Tempat itu bernama “Keramat Serdang Kuning atau keramat Monok Micor”, tidak
jauh sebelum lokasi itu terdapat Batu
Bembo (lihat dalam buku karangan M.A. Jaspan).
Menurut cerita para tetua di Topos, Monok
Micor memiliki nama yang sebenarnya adalah :
Muhammad Mansyur dan versi lain
mengatakan dia bernama Kono
Micor, dilokasi keramat tersebut sering terdengar kokok ayam
seolah-olah ada desa disana (masih terjadi sampai sekarang).
Waktu itu Bengkulu masih bernama Kerajaan
Sungai Serut dan Sriwijaya
(Palembang) masih bernama Demang
Lebar Daun, Aceh masih bernama Aceh Tinggi (Aceh Besar). Pada zaman
itu menurut cerita, terjadi perselisihan antara Kerajaan Sungai Serut dengan
Aceh Tinggi, sehingga terjadi pertempuran sengit di daerah pesisir Sungai Serut
(Bengkulu). Sungai Serut banjir darah, karena kekutan senjata Aceh Tinggi tidak
sebanding dengan senjata kerajaan Sungai Serut, pada saat itu terciptalah
sebuah pulau yang bernama Pulau
Tikus, itu terjadi akibat kekuatan senjata Aceh Tinggi yang
menggunakan Meriam Sakti dengan pelurunya Sekubik Batu (sekali letusan), sehingga
Gunung Bungkuk putus olehnya dan terbanting ketengah Laut dan membentuk sebuah
Pulau yaitu Pulau Tikus.
Dalam pertempuran tersebut kerajaan Sungai
Serut hampir putus asa karena pasukan tak dapat membendung serangan pasukan
Aceh Tinggi. Akhirnya, para sesepuh kerajaan mengambil inisiatif untuk meminta
bala bantuan dari segala penjuru kerajaan Sungai Serut. Pada saat itu Monok
Micor diminta hadir di alun-alun Kerajaan Sungai Serut, dan pada saat itu juga
dia berjumpa dengan Putri Raja Sungai Serut. Monok Micor merasa tertarik dan
jatuh cinta dengan putri raja.
Ketika pertempuran mulai reda dan pasukan
Aceh Tinggi dapat diredam oleh bala bantuan; termasuk Monok Micor ikut
bertempur disaat itu, maka Monok Micor melamar (meminang) putri Raja Sungai
Serut. Raja Sungai Serut menolaknya secara halus karena Monok Micor telah
berjasa membantu pertempuran. Oleh karena itu Raja Sugai Serut meminta
Pitek-Kinoi(Rejang); berupa:
1. Sabuk sepanjang Banyu;
2. Keris Pinde Pujud; dan
3. Kembang Cinde Karang Wangi.
Setelah mendengar permintaan Raja Sungai
Serut tersebut, Monok Micor kembali ke Keramat Serdang Kuning. Tidak lama
kemudian Monok Micor pergi mencari permintaan Raja Sungai Serut dengan
menelusuri sungai Ketahun dengan menggunakan ranting sebatang pohon “Selasih
Hitam”, dan terus ke laut. Setelah sampai ditengah laut dia bertemu Raja Jin
Laut dan dia meminta senjata sakti Bernama Sabuk Sepanjang Banyu. Permintaannya
ditolak oleh Raja Jin Laut. Saat itu terjadilah perkelahian antara Raja Jin
Laut dengan Monok Micor selama tujuh hari tujuh malam dan akhirnya Raja Jin
Laut dapat dikalahkan. Kemudian Sabuk Sepanjang Banyu dapat diambil oleh Monok
Micor.
Setelah memiliki Sabuk Sepanjang Banyu,
Monok Micor pergi ke Kerajaan Demang Lebar Daun (Palembang). Sesampainya disana
dia menemui kesulitan untuk masuk ke dalam istana kerajaan karena penjagaan
sangat ketat. Akhirnya dia mendapat akal untuk masuk kedalam istana karena
menurut petunjuk yang dia dapati bahwa di Istana Demang Lebar Daun terdapat
senjata Sakti bernama Keris
Pinde Pujud. Pada saat itu, Raja (Sultan) Demang Lebar Daun memerintah
para Prajurit Istana untuk mencari “kayu
bertuah” karena Raja mau membangunan sebuah tempat ibadah
(mungkin Masjid), dan saat itu juga Monok Micor masuk kedalam sebatang kayu
besar dengan merubah wujudnya menjadi seorang bayi yang baru lahir.
Ketika Prajurit Kerajaan Demang Lebar Daun
melewati dekat pohon kayu tersebut, Monok Micor menangis sekuat mungkin (suara
tangisan bayi) sehingga para prajurit terhenti disana dan menganggap kayu itu
adalah kayu bertuah yang mereka cari. Tak lama kemudian para Prajurit
melaporkan kejadian tersebut kepada Raja. Raja langsung memerintahkan para
Prajuritnya untuk mengambil kayu tersebut.
Setelah kayu tersebut ditebang dan dibelah
maka ditemukanlah seorang bayi dan diserahkan kepada Raja Demang Lebar Daun (mungkin
pada saat itulah Monok Micor mendapat nama Muhammad Mansyur).
Pendek cerita dia dibesarkan disana. Raja merasa
heran, karena bayi tersebut sebelum waktu besar dia sudah besar; sebelum
waktunya dewasa, dia sudah dewasa; tanpa belajar, dia sudah sakti mandra guna.
Pada suatu ketika, Monok Micor mencari akal
bagaimana caranya untuk mengetahui dimana Keris Pinde Pujud disimpan. Saat itu,
dia merubah wujudnya menjadi seekor buaya. Pada saat putri raja mandi disungai
Musi dengan dikawal para prajurit maka saat itu juga Monok Micor membawa putri
Raja tersebut kedalam Sungai Musi. Setelah dicari kemana-mana disekeliling
sungai Musi tapi tidak ditemukan juga sang putri yang menghilang itu. Pada saat
itu genting seperti itu, Monok Micor pun memanfaatkan keadaan untuk memuluskan
jalan ke tujuan utamanya. Ia meminta agar semua senjata pusaka kerajaan
diturunkan karena dia menyanggupi mencari putri Raja dengan syarat ada senjata
pusaka yang bernama Keris Pinde Pujud. Raja pun memerintahkan agar senjata itu
diturunkan; kecuali satu, keris sakti. Setelah senjata-senjata pusaka
diturunkan, Monok micor ambil beberapa genggam padi dan ditebarkan kesekitar
senjata-senjata tersebut. Lalu dilepaskan beberapa ekor ayam, tapi tak satupun
tanda-tandanya. Kemudian Monok Micor mengatakan dengan Raja bahwa belum ada
senjata yang dia inginkan. Lalu dikeluarkanlah satu keris terakhir dan Monok
Micor menaburkan padi diatasnya. Ketika beberapa ekor ayam melangkahinya, semua
ayam langsung mati.
Singkat cerita Keris tersebut langsung
dibawa oleh Monok Micor dan dia langsung menyelam sungai Musi dan membawa putri
Raja dengan selamat. Ia melapor kepada Raja bahwa dia telah berkelahi dengan
Buaya sakti, akan tetapi keris Pinde Pujud hilang di dalam sungai.
Tidak berapa lama kemudian Raja berniat
untuk menikahkan putrinya kepada Monok Micor sebagai penghargaan atas jasanya. Tapi,
dalam hati Monok Micor menolaknya karena dia sudah meminang Putri Raja Sungai
Serut. Tawaran itu ditolaknya secara halus dengan mengatakan bahwa dia harus kembali
dulu ke hulu ketahun. Maka saat itu ketahuanlah dia adalah bernama Monok Micor,
orang yang sakti mandra guna. Sebelum pulang, dia mengambil sebilah keris yang
dia sembunyikan dibawah air sungai Musi.
Permintaan ketiga, Kembang Cinde
Karang Wangi, yang sudah dicari kemana-mana dan sudah ditanya keseluruh pelosok
negeri tidak seorangpun yang tahu. Sementara itu perselisihan antara Sungai
Serut dengan Aceh Tinggi masih terus berlanjut dan pertempuran juga tetap terjadi.
Saat itu Monok Micor kembali dari Kerajaan Demang Lebar Daun dan langsung ikut
bertempur dengan sengit. Setelah pertempuran selesai dan Kerajaan Sungai Serut
dapat dipertahankan Monok Micor melemparkan tongkatnya dari alun-alun istana
kehulu sungai Ketahun dan kemudian tongkat tersebut berubah wujud menjadi
sebatang pohon bernama Serdang
Kuning (sejenis palem berwarna kuning). Maka, tempat itu pun bernama
keramat Serdang Kuning.
Akhirnya dengan pikiran yang galau dan
dengan hati yang kecewa karena gagal mendapatkan Kembang Cinde Karang wangi, yang
sampai hari ini belum diketahui bagaimana bentuknya; maka Monok Micor Membawa
lari Putri Raja. Sehingga, dalam proses pertunangan dari dulu sampai sekarang dan
dikatakan bahwa Monok Micor bertunangan seumur hidup, dan oleh karena itu bujang-gadis Topos dipantangkan untuk bertunangan.
Beberapa puluh tahun yang lalu ada yang mau
coba-coba, tapi terbukti perkawinan tidak terjadi. Boleh percaya dan boleh juga
tidak percaya. :)
whoalah panjang bangeet critanyaa , tapi seru seruu :D
ReplyDelete:) Hxehxe... Tp itu boleh percaya, boleh juga nggak loh..... :D
ReplyDeletehho yayayy
ReplyDelete