Thursday, December 28, 2017

Sekilas Tentang Pergeseran Jaman dan Bagaimana Harusnya Bersyukur

Dulu (jaman saya masih SD sampai menjelang masuk SMP), era awal tahun 2000-an; kala mahu tahu atau belajar apa saja, kita mesti beli buku atau minjam di perpustakaan sekolah. Artinya mesti punya duit atau harus capek karena beban di dalam tas sekolah bertambah. Padahal, jaman sekolah, duit sangat terbatas. Kadang ada duit, tapi buku yang mau dibaca belum didistribusikan ke daerah tempat tinggal atau mesti beli di lain kota bahkan hanya ada di luar negeri. Maklum, anak kampung. Itu pengalaman pribadi saya.

Mengenai Ungkapan “Tuntutlah Ilmu Sejak dari Buaian Hingga Liang Lahat

Picture credit: HubPages
Jaman sekarang ini, sumber pengetahuan dibuka lebar. Alam mulai membuka rahasianya, semua terbuka bagi seluruh level keawasan mata. Informasi juga lewat di mana-mana; mengapung bersama udara, tinggal tangkap saja.

Selain itu, Google (dan search engine lainnya) menyediakan informasi apa pun yang ingin kita tahu. Tinggal masukkan query apa saja yang kita mahu tahu, klik 'search', voila! Apa pun ada. Definisi dan ringkasan data hampir segala hal, sekecil dan sebesar apapun ada di WikipediaYouTube juga menyediakan tutorial agar Anda bisa menguasai dan mempraktikkan keahlian apa pun yang diinginkan; dari mulai belajar masak, seduh kopi, menyelesaikan rumus matematika, jurus silat, teknik main gitar, APAPUN yang ingin kita bisa dan mampu. Anda mahu baca buku-buku klasik dan berkelas dari seluruh dunia? Gratis! Semua ada di Project Gutenberg.


Belum lagi FacebookTwitterInstagram, Pinterest dan media sosial lainnya. Makanya surat kabar banyak yang bangkrut atau nyaris gulung tikar dan malah ikut serta beralih ke dunia maya. Semoga berkat dilimpahkan pada the fathers of the InternetVinton Cerf dan Bob Kahn, serta orang-orang yang membuat dunia nirkabel menjadi seperti yang kita nikmati hari ini Sergey BrinMark Zuckerberg dan Dick Costolo et.al.

Jadi, dengan terbukanya banyak pengetahuan dan rahasia alam saat ini, sungguh goblok-nya tak terperi jika kita masih ribet dengan soal haram-haraman ucapan selamat, potongan jilbab mana yang paling syar'i, siapa "anak Tuhan" dan siapa yang bukan. Seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa ini habis dengan képo terhadap moralitas dan etika bahkan agama orang lain. Sungguh memalukan dan secara prinsip sangatlah delusional. Menyedihkan dan sangat menyebalkan, bukan? 
Gak heran negara ini jadi negara paling hipokrit: negara paling agamais (mohon maaf untuk umat Muslim yang notabene mayoritas) namun sekaligus paling korup dan paling rendah nilai sistem pendidikannya. Singkatnya, kebanyakan dari kita masih munafik. (!)

Generasi Millennial dan Generasi Internet Salah Paham Sejarah?

Setiap Muslim Wajib Mempelajari Agama


Tidakkah engkau ingat, wahai pemuda-pemudi negeri?!!!
Bangun lah jiwanya!
Bangun lah badannya! 
Bangun! Kerja!

***

Disadur dengan perubahan seperlunya dari posting-an kang Hendra Hendarin di Facebook.

No comments:

Post a Comment

Please give your comments here: