Thursday, October 06, 2011

Pantang Bertunangan


Mith: Bujang-Gadis Topos Pantang Bertunangan

Menurut cerita nenek moyang yang turun temurun, dari zaman dahulu hingga sekarang; ada suatu tempat yang dianggap Keramat oleh para leluhur; yaitu terletak di hulu Sungai Ketahun. Tempat itu bernama “Keramat Serdang Kuning atau keramat Monok Micor”, tidak jauh sebelum lokasi itu terdapat Batu Bembo (lihat dalam buku karangan M.A. Jaspan).
Menurut cerita para tetua di Topos, Monok Micor memiliki nama yang sebenarnya adalah :
Muhammad Mansyur dan versi lain mengatakan dia bernama Kono Micor, dilokasi keramat tersebut sering terdengar kokok ayam seolah-olah ada desa disana (masih terjadi sampai sekarang).
Waktu itu Bengkulu masih bernama Kerajaan Sungai Serut dan Sriwijaya (Palembang) masih bernama Demang Lebar Daun, Aceh masih bernama Aceh Tinggi (Aceh Besar). Pada zaman itu menurut cerita, terjadi perselisihan antara Kerajaan Sungai Serut dengan Aceh Tinggi, sehingga terjadi pertempuran sengit di daerah pesisir Sungai Serut (Bengkulu). Sungai Serut banjir darah, karena kekutan senjata Aceh Tinggi tidak sebanding dengan senjata kerajaan Sungai Serut, pada saat itu terciptalah sebuah pulau yang bernama Pulau Tikus, itu terjadi akibat kekuatan senjata Aceh Tinggi yang menggunakan Meriam Sakti dengan pelurunya Sekubik Batu (sekali letusan), sehingga Gunung Bungkuk putus olehnya dan terbanting ketengah Laut dan membentuk sebuah Pulau yaitu Pulau Tikus.
Dalam pertempuran tersebut kerajaan Sungai Serut hampir putus asa karena pasukan tak dapat membendung serangan pasukan Aceh Tinggi. Akhirnya, para sesepuh kerajaan mengambil inisiatif untuk meminta bala bantuan dari segala penjuru kerajaan Sungai Serut. Pada saat itu Monok Micor diminta hadir di alun-alun Kerajaan Sungai Serut, dan pada saat itu juga dia berjumpa dengan Putri Raja Sungai Serut. Monok Micor merasa tertarik dan jatuh cinta dengan putri raja.
Ketika pertempuran mulai reda dan pasukan Aceh Tinggi dapat diredam oleh bala bantuan; termasuk Monok Micor ikut bertempur disaat itu, maka Monok Micor melamar (meminang) putri Raja Sungai Serut. Raja Sungai Serut menolaknya secara halus karena Monok Micor telah berjasa membantu pertempuran. Oleh karena itu Raja Sugai Serut meminta Pitek-Kinoi(Rejang); berupa:
1. Sabuk sepanjang Banyu;
2. Keris Pinde Pujud; dan
3. Kembang Cinde Karang Wangi.
Setelah mendengar permintaan Raja Sungai Serut tersebut, Monok Micor kembali ke Keramat Serdang Kuning. Tidak lama kemudian Monok Micor pergi mencari permintaan Raja Sungai Serut dengan menelusuri sungai Ketahun dengan menggunakan ranting sebatang pohon “Selasih Hitam”, dan terus ke laut. Setelah sampai ditengah laut dia bertemu Raja Jin Laut dan dia meminta senjata sakti Bernama Sabuk Sepanjang Banyu. Permintaannya ditolak oleh Raja Jin Laut. Saat itu terjadilah perkelahian antara Raja Jin Laut dengan Monok Micor selama tujuh hari tujuh malam dan akhirnya Raja Jin Laut dapat dikalahkan. Kemudian Sabuk Sepanjang Banyu dapat diambil oleh Monok Micor.
Setelah memiliki Sabuk Sepanjang Banyu, Monok Micor pergi ke Kerajaan Demang Lebar Daun (Palembang). Sesampainya disana dia menemui kesulitan untuk masuk ke dalam istana kerajaan karena penjagaan sangat ketat. Akhirnya dia mendapat akal untuk masuk kedalam istana karena menurut petunjuk yang dia dapati bahwa di Istana Demang Lebar Daun terdapat senjata Sakti bernama Keris Pinde Pujud. Pada saat itu, Raja (Sultan) Demang Lebar Daun memerintah para Prajurit Istana untuk mencari “kayu bertuah” karena Raja mau membangunan sebuah tempat ibadah (mungkin Masjid), dan saat itu juga Monok Micor masuk kedalam sebatang kayu besar dengan merubah wujudnya menjadi seorang bayi yang baru lahir.
Ketika Prajurit Kerajaan Demang Lebar Daun melewati dekat pohon kayu tersebut, Monok Micor menangis sekuat mungkin (suara tangisan bayi) sehingga para prajurit terhenti disana dan menganggap kayu itu adalah kayu bertuah yang mereka cari. Tak lama kemudian para Prajurit melaporkan kejadian tersebut kepada Raja. Raja langsung memerintahkan para Prajuritnya untuk mengambil kayu tersebut.
Setelah kayu tersebut ditebang dan dibelah maka ditemukanlah seorang bayi dan diserahkan kepada Raja Demang Lebar Daun (mungkin pada saat itulah Monok Micor mendapat nama Muhammad Mansyur).
Pendek cerita dia dibesarkan disana. Raja merasa heran, karena bayi tersebut sebelum waktu besar dia sudah besar; sebelum waktunya dewasa, dia sudah dewasa; tanpa belajar, dia sudah sakti mandra guna.
Pada suatu ketika, Monok Micor mencari akal bagaimana caranya untuk mengetahui dimana Keris Pinde Pujud disimpan. Saat itu, dia merubah wujudnya menjadi seekor buaya. Pada saat putri raja mandi disungai Musi dengan dikawal para prajurit maka saat itu juga Monok Micor membawa putri Raja tersebut kedalam Sungai Musi. Setelah dicari kemana-mana disekeliling sungai Musi tapi tidak ditemukan juga sang putri yang menghilang itu. Pada saat itu genting seperti itu, Monok Micor pun memanfaatkan keadaan untuk memuluskan jalan ke tujuan utamanya. Ia meminta agar semua senjata pusaka kerajaan diturunkan karena dia menyanggupi mencari putri Raja dengan syarat ada senjata pusaka yang bernama Keris Pinde Pujud. Raja pun memerintahkan agar senjata itu diturunkan; kecuali satu, keris sakti. Setelah senjata-senjata pusaka diturunkan, Monok micor ambil beberapa genggam padi dan ditebarkan kesekitar senjata-senjata tersebut. Lalu dilepaskan beberapa ekor ayam, tapi tak satupun tanda-tandanya. Kemudian Monok Micor mengatakan dengan Raja bahwa belum ada senjata yang dia inginkan. Lalu dikeluarkanlah satu keris terakhir dan Monok Micor menaburkan padi diatasnya. Ketika beberapa ekor ayam melangkahinya, semua ayam langsung mati.
Singkat cerita Keris tersebut langsung dibawa oleh Monok Micor dan dia langsung menyelam sungai Musi dan membawa putri Raja dengan selamat. Ia melapor kepada Raja bahwa dia telah berkelahi dengan Buaya sakti, akan tetapi keris Pinde Pujud hilang di dalam sungai.
Tidak berapa lama kemudian Raja berniat untuk menikahkan putrinya kepada Monok Micor sebagai penghargaan atas jasanya. Tapi, dalam hati Monok Micor menolaknya karena dia sudah meminang Putri Raja Sungai Serut. Tawaran itu ditolaknya secara halus dengan mengatakan bahwa dia harus kembali dulu ke hulu ketahun. Maka saat itu ketahuanlah dia adalah bernama Monok Micor, orang yang sakti mandra guna. Sebelum pulang, dia mengambil sebilah keris yang dia sembunyikan dibawah air sungai Musi.
Permintaan  ketiga, Kembang Cinde Karang Wangi, yang sudah dicari kemana-mana dan sudah ditanya keseluruh pelosok negeri tidak seorangpun yang tahu. Sementara itu perselisihan antara Sungai Serut dengan Aceh Tinggi masih terus berlanjut dan pertempuran juga tetap terjadi. Saat itu Monok Micor kembali dari Kerajaan Demang Lebar Daun dan langsung ikut bertempur dengan sengit. Setelah pertempuran selesai dan Kerajaan Sungai Serut dapat dipertahankan Monok Micor melemparkan tongkatnya dari alun-alun istana kehulu sungai Ketahun dan kemudian tongkat tersebut berubah wujud menjadi sebatang pohon bernama Serdang Kuning (sejenis palem berwarna kuning). Maka, tempat itu pun bernama keramat Serdang Kuning.
Akhirnya dengan pikiran yang galau dan dengan hati yang kecewa karena gagal mendapatkan Kembang Cinde Karang wangi, yang sampai hari ini belum diketahui bagaimana bentuknya; maka Monok Micor Membawa lari Putri Raja. Sehingga, dalam proses pertunangan dari dulu sampai sekarang dan dikatakan bahwa Monok Micor bertunangan seumur hidup, dan oleh karena itu bujang-gadis Topos dipantangkan untuk bertunangan.
Beberapa puluh tahun yang lalu ada yang mau coba-coba, tapi terbukti perkawinan tidak terjadi. Boleh percaya dan boleh juga tidak percaya. :)

Dikutip dengan perubahan seperlunya dari tulisan oleh Bapak Dadang Suroso  dalam:

Aliansi Masyarakat Adat Rejang Pat Petulai

3 comments:

Please give your comments here: