Monday, December 03, 2018

Generasi Millennial dan Generasi Internet Salah Paham Sejarah?

Apa itu generasi? Apa itu generasi Millennial? Apa pula itu Generasi Internet?

Sejak munculnya Teori Generasi (Generation Theory), kita diperkenalkan pada istilah generasi X, Y, dan Z. Singkatnya, itu adalah istilah-istilah untuk mengklasifikasikan generasi berdasarkan era-nya atau tahun lahirnya. Segala sesuatu terutama yang berhubungan dengan pekerjaan sering dikaitkan dengan ciri-ciri dari generasi-generasi tersebut. Lalu apa hubungannya dan kenapa dikatakan sebagian generasi salah paham sejarah? Mari sama-sama kita pahami kedua hal ini (generasi dan sejarah) terlebih dahulu.
Ilustrasi Generasi Millennial.
Picture credit: Marketeers
Pembagian Generasi Menurut Generation Theory

(1) Generasi Baby Boomers (lahir tahun 1946 – 1964)
Generasi yang lahir setelah Perang Dunia II ini memiliki banyak saudara, akibat dari banyaknya pasangan yang berani untuk mempunyai banyak keturunan. Generasi yang adaptif, mudah menerima dan menyesuaikan diri. Dianggap sebagai orang lama yang mempunyai pengalaman hidup.

(2) Generasi X (lahir tahun 1965-1980)
Tahun-tahun ketika generasi ini lahir merupakan awal dari penggunaan PC (personal computer), video games, tv kabel, dan internet. Penyimpanan datanya pun menggunakan floopy disk atau disket. MTV dan video games sangat digemari masa ini. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Jane Deverson, sebagian dari generasi ini memiliki tingkah laku negatif seperti tidak hormat pada orang tua, mulai mengenal musik punk, dan mencoba menggunakan ganja.

(3) Generasi Y (lahir tahun 1981-1994)
Dikenal dengan sebutan generasi millennial atau millennium. Ungkapan generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika Serikat pada Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, instant messaging dan media sosial seperti Facebook dan Twitter. Mereka juga suka main permainan online (online games).

(4) Generasi Z (lahir tahun 1995-2010)
Disebut juga iGeneration, generasi net atau generasi internet. Mereka memiliki kesamaan dengan generasi Y, tapi mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti nge-tweet atau update status menggunakan ponsel, browsing dengan PC, dan mendengarkan musik di Spotify (atau sejenisnya) menggunakan headset. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya. Sejak kecil mereka sudah mengenal dan terbiasa dengan teknologi dan akrab dengan gawai (gadget) canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian dan kehidupan sosial mereka.

(5) Generasi Alpha (lahir tahun 2011-2025)
Generasi yang lahir sesudah generasi Z, lahir dari generasi X akhir dan Y. Generasi yang sangat terdidik karena masuk sekolah lebih awal dan banyak belajar, rata-rata memiliki orang tua yang kaya dengan sedikit sekali bersosialisasi dengan dunia luar di kehidupan nyata.

Itu adalah teori tentang generasi. Kemudian apakah generasi micin yang sering disebut di medsos? Apakah bisa dimasukkan dalam teori generasi? Bisa sih, kan enggak melanggar hukum, namanya juga konsep atau teori. Kita bisa mengatakan generasi micin adalah generasi dimana teknologi komunikasi kian mutakhir dan arus infomasi begitu luas tak berbatas, ruang antara manusia semakin hilang, dan sumber informasi atau data semakin kabur serta arah dan tujuan yang makin simpang siur; sehingga mengakibatkan manusia pendek berfikir, ingin segala sesuatu yang serba instan, hedonis dan mau terlihat lebih secara materi serta kurangnya manusia yang saling peka satu sama lain. Hal ini disebabkan karena kurangnya kontrol diri manusia terhadap informasi dan teknologi yang semakin tak terbendung.

Mengenai Sejarah

Sejarah (artinya “mengusut, pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian); bahasa Arab: ﺗﺎﺭﻳﺦ, tarikh; bahasa Jerman: geschichte) adalah kajian tentang masa lampau, khususnya bagaimana kaitannya dengan manusia. Dalam bahasa Indonesia sejarah babad, hikayat, riwayat, tarikh, atau tambo dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah. Ini adalah istilah umum yang berhubungan dengan peristiwa masa lalu serta penemuan, koleksi, organisasi, dan penyajian informasi mengenai peristiwa ini.

Menurut beberapa sumber, sejarah memiliki pengertian:
(1) J.V. Bryce mengatakan bahwa sejarah adalah catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat oleh manusia.
(2) W.H. Walsh berpendapat bahwa sejarah itu menitikberatkan pada pencatatan yang berarti dan penting saja bagi manusia. Catatan itu meliputi tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman manusia pada masa lampau pada hal-hal yang penting sehingga merupakan cerita yang berarti.

Apa Hubungan Sejarah dengan Informasi?

Apakah sejarah berhubungan dengan informasi? Apakah informasi itu? Mengapa sejarah memiliki hubungan dengan informasi? Menurut Raymond McLeod, pengertian informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau di masa mendatang. Sejarah erat kaitannya dengan informasi karena rangkaian peristiwa sejarah dapat dijadikan sebagai bahan pengetahuan, teladan, hingga berkembangnya pemikiran yang sering dijadikan “pijakan” manusia.

Contoh sederhana hubungan sejarah dengan informasi adalah, pada tahun 2018 Mas Imam ingin mendaftar CPNS dengan harapan ia menjadi PNS dan mendapat tunjangan yang banyak dari pemerintah. Kemudian ia bertanya kepada kakaknya yang sudah bekerja sebagai PNS di sebuah dinas pemerintah. “Mas, dulu daftar CPNS mudah, gak ya?” Dalam diskusi antara kakak beradik ini terjadi tukar menukar informasi yang masih berhubungan dengan (perkembangan dalam) sejarah itu tadi.

Generasi Salah Paham Sejarah?

Dalam mempelajari sejarah atau informasi, terdapat banyak perubahan. Jika pada zaman dahulu saat “kita” masih sekolah ingin menekuni suatu ilmu atau pengetahuan, kita diwajibkan guru kita pergi ke perpustakaan untuk mencari buku atau bahkan kitab yang relevan. Contoh, kita ingin mengetahui tentang kerajaan majapahit, guru kita mengajarkan untuk membuat makalah yang sumbernya dari buku yang relevan. Terus apa yang terjadi sekarang? Kita bisa dengan mudah “berselancar” di internet lalu memperoleh informasi yang seringkali tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dijelaskan secara akurat apakah data itu hoaxvalid atau hanya cari sensasi saja. Maka dari itu banyak sekali kasus salah paham sejarah atau informasi. Setidaknya generasi salah paham sejarah/informasi disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

(1) Informasi yang menjamur karena teknologi yang semakin maju dan digunakan untuk kepentingan tertentu.

(2) Konsep pencarian pengetahuan atau informasi yang kurang terkoordinir. Pada jaman terdahulu, ilmu ditulis oleh orang-orang yang ahli dan mumpuni pada bidangnya dalam bentuk buku/kitab. Sedangkan jaman sekarang, seseorang menulis / menjadi penulis karena tuntutan; seperti kenaikan jabatan dan sejenisnya.

(3) Banyak informasi yang ditulis oleh orang yang tidak begitu “fasih” dalam suatu ranah ilmu sehingga banyak plagiasi. Contoh sederhana: seorang A adalah seniman dan desainer grafis, harusnya ia menulis tentang segala macam tentang kesenian dan / atau desain grafis, tetapi si A malah menulis kitab perbandingan 100 mazhab. Ini adalah suatu hal yang bisa menjadi permasalahan besar bagi umat manusia, karena bisa menjerumuskan manusia itu sendiri.

(4) jika pada masa dahulu orang berkarya untuk kebermanfaatan, orang jaman now berkarya karena tuntutan, seperti ingin jadi PNS, ingin jadi caleg, atau karena dia sudah jadi PNS dituntut menulis sebuah buku tapi ia tidak menguasai ilmu tersebut.

Informasi & Hoax

Seringkali kita melihat dan mungkin “termakan” hoax dan berita-berita booming dan viral, yang dikemas sedemikian rupa -tapi sayangnya ngasal yang isi dan sumber informasinya tidak reliable dan (kebanyakan) tidak bisa dipertanggungjawabkan atau bahkan malah bukan berasal dari media yang kredibel.

Terus apa yang harus kita lakukan dalam mengolah atau mendapat informasi yang valid?

Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari fakta, informasi dan referensi tambahan pendukung. Cari sumber lain yang memuat berita (informasi) yang senada, sehingga akan mudah terlibat apakah hal tersebut benar kenyataannya atau hanya sekedar sensasi para pembuat berita belaka. 

Hal yang kedua adalah mengupas data, karena data sebagai sarana pendukung dalam menentukan apakah informasi tersebut akurat, bermanfaat atau hanya sekedar iseng saja membuat informasi. Ada banyak cara menyajikan sejarah atau informasi. Pertama adalah dengan cara menuliskan dalam bentuk literasi seperti buku. Kedua adalah dalam bentuk visual, seperti fotografi, infografik hingga animasi.

Apakah mengetahui informasi ada manfaatnya bagi kita? Ya tergantung. Bukan masalah kita mendapat banyak informasi, tapi ialah tentang bagaimana kita mengolah dan menggunakan informasi itu menjadi hal yang bermanfaat.

Disadur dengan berbagai sumber dan penyesuaian seperlunya dari tulisan berjudul “Generasi Salah Paham Sejarah” oleh Ari Tri Winarno, penulis buku “Sekolah Membunuhmu” di situs Graha Sedekah (grahasedekah.ilmifoundation.or.id) dan posting-an beliau di Facebook.

Thursday, December 28, 2017

Sekilas Tentang Pergeseran Jaman dan Bagaimana Harusnya Bersyukur

Dulu (jaman saya masih SD sampai menjelang masuk SMP), era awal tahun 2000-an; kala mahu tahu atau belajar apa saja, kita mesti beli buku atau minjam di perpustakaan sekolah. Artinya mesti punya duit atau harus capek karena beban di dalam tas sekolah bertambah. Padahal, jaman sekolah, duit sangat terbatas. Kadang ada duit, tapi buku yang mau dibaca belum didistribusikan ke daerah tempat tinggal atau mesti beli di lain kota bahkan hanya ada di luar negeri. Maklum, anak kampung. Itu pengalaman pribadi saya.

Mengenai Ungkapan “Tuntutlah Ilmu Sejak dari Buaian Hingga Liang Lahat

Picture credit: HubPages
Jaman sekarang ini, sumber pengetahuan dibuka lebar. Alam mulai membuka rahasianya, semua terbuka bagi seluruh level keawasan mata. Informasi juga lewat di mana-mana; mengapung bersama udara, tinggal tangkap saja.

Selain itu, Google (dan search engine lainnya) menyediakan informasi apa pun yang ingin kita tahu. Tinggal masukkan query apa saja yang kita mahu tahu, klik 'search', voila! Apa pun ada. Definisi dan ringkasan data hampir segala hal, sekecil dan sebesar apapun ada di WikipediaYouTube juga menyediakan tutorial agar Anda bisa menguasai dan mempraktikkan keahlian apa pun yang diinginkan; dari mulai belajar masak, seduh kopi, menyelesaikan rumus matematika, jurus silat, teknik main gitar, APAPUN yang ingin kita bisa dan mampu. Anda mahu baca buku-buku klasik dan berkelas dari seluruh dunia? Gratis! Semua ada di Project Gutenberg.


Belum lagi FacebookTwitterInstagram, Pinterest dan media sosial lainnya. Makanya surat kabar banyak yang bangkrut atau nyaris gulung tikar dan malah ikut serta beralih ke dunia maya. Semoga berkat dilimpahkan pada the fathers of the InternetVinton Cerf dan Bob Kahn, serta orang-orang yang membuat dunia nirkabel menjadi seperti yang kita nikmati hari ini Sergey BrinMark Zuckerberg dan Dick Costolo et.al.

Jadi, dengan terbukanya banyak pengetahuan dan rahasia alam saat ini, sungguh goblok-nya tak terperi jika kita masih ribet dengan soal haram-haraman ucapan selamat, potongan jilbab mana yang paling syar'i, siapa "anak Tuhan" dan siapa yang bukan. Seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa ini habis dengan képo terhadap moralitas dan etika bahkan agama orang lain. Sungguh memalukan dan secara prinsip sangatlah delusional. Menyedihkan dan sangat menyebalkan, bukan? 
Gak heran negara ini jadi negara paling hipokrit: negara paling agamais (mohon maaf untuk umat Muslim yang notabene mayoritas) namun sekaligus paling korup dan paling rendah nilai sistem pendidikannya. Singkatnya, kebanyakan dari kita masih munafik. (!)

Generasi Millennial dan Generasi Internet Salah Paham Sejarah?

Setiap Muslim Wajib Mempelajari Agama


Tidakkah engkau ingat, wahai pemuda-pemudi negeri?!!!
Bangun lah jiwanya!
Bangun lah badannya! 
Bangun! Kerja!

***

Disadur dengan perubahan seperlunya dari posting-an kang Hendra Hendarin di Facebook.

Wednesday, November 26, 2014

VAMPIRE'S LOVE LYRICS

VAMPIRE'S LOVE by VAMPS

Lyricist:HYDE
Composer:HYDE

VAMPIRE'S LOVE by VAMPS (picture credit: Furahasekai)


The dazzling smile was just beyond my reach
How sweet and innocent you were
If I could cross my night into the sun

All my words to you, I still wonder what I'd say

Stray dream of you lit the chain of stars to find the way
In the darkest night of my lost and frozen heart
Long ago...

Even if things don't change...uh...
So the shadow's dark won't cloud your clear skies

I watched over you, hidden in the dark from you

Stray dream of you lights the chain of stars to find the way
In the darkest night of my lost and frozen heart
Even now... Even now...

More than the world and more than life to me you're so dear
You won't be hurt

My words to you, gently whispered through the windowpane
They just fade away from my cold lips - 'I love you'

Stray dream of you lights the chain of stars to find the way
In the darkest night of my lost and frozen heart
Even now...Even now...
Even now...

Source: Mojim


Saturday, September 13, 2014

Dust It Off


Burning papers into ashes, what a season
How they fly high from the ground up
There is yet another fountain
Flowing over, as the night falls
Keep dreaming away

If you hold on to that past
Don't you lock yourself inside
Nothing has been done before
It’s the most virgin dress you could possibly wear
Mess it up
Time is up

Hold your memory for a moment, with a blind hand
Write some stories for tomorrow
From the bottle of amnesia
Find instructions, to salvation
To oblivion supreme

Don’t be tempted to look back
It has all happened before
Someday miraculous spread
Will forgive every cowardly thing that you've done
That I've done
Dust it off
(That you've done)
(That we've done)

Song Title: Dust It Off
Singer: The Dø
Songwriters: DAN LEVY / Olivia Bouyssou-Merilahti

Dust It Off lyrics © BMG Rights Management (France) S.A.R.L., BMG Rights Management (France) S A R L, Siamese Squids Limited

Sources: Musixmatch and Genius

Thursday, September 11, 2014

Tentang Berbesar Hati

Kisah kita mungkin telah usai
Dari beribu cerita yang terangkai
Dari langkah dan jejak yang kian membatu
Terukir usang di dinding anyaman waktu

Bilakah kita tuntut waktu ‘tuk kembali berulang
Kembali menyetubuhi segenap nostalgia lengang
Dibalut simpul-simpul kenang
Di sisi perpustakaan di suatu petang
Ah, tapi bagiku itu pantang

Pantai Kasih t’lah menghempaskan angin penyesalan ke wajahku
Tak pelak wajahmu t’lah membiru dalam ingatanku
Menuntut kesempurnaan dalam harapan semu

Sekarang tinggal babak kosong dari cerita bohong
Kemunafikanmu kah?
Atau kah saya yang tak bisa menerima bilik-bilik kemanusiaan-mu?
Rasa sakit, patah hati, terluka, terabaikan, tercampakkan
Itu yang padaku sering kamu kisahkan

Sesaat diredamkannya amarahku
Dan retorika tentang air mata serta rindu
Telah menjadi sembilu seribu bisa dari bisumu itu..
Sekarat rasaku oleh diammu

Kini lelaki itu dimana?
Ah, memangnya saya siapa?

***
Duhai kau rembulan biruku
Gadis berkerudung ungu
Masa lalu tetap kan berlalu
Diri dan namamu abadi jadi rekanku
Kini izinkanlah kawanmu ini melangkah, diayu
Menyongsong bunga baru
Selembut kasihnya nun menggebu
Relakanlah, diayu
Entahkah kami jadi abu
Atau jalanan desa nan berdebu
Kami menghiba restu
Dengan kisah kita nan gagal menyatu
Ingatkah kamu? 
Cerlang pikirmu hanyalah satu 
Dari sekian alasan saya mengagumimu 
Perpustakaan dan buku-buku
Coretan kita di bangku-bangku
Kampus dan rindangnya pepohonan sore itu
Diriku yang tak banyak bicara; kaku
Nakalnya seekor ulat bulu
Serta gelak tawa renyahmu
Ya, rona petang itu
Kan terkenang selalu


Picture credit: UPT Perpustakaan Universitas Bengkulu


Wednesday, July 30, 2014

Sister Rust


Sister Rust
Where are you now?
I met you over Rocky Mountains
Feeling blue
Waiting for a last frame to walk through
All together
But when you closed your eyes
It was then I realized
You were so far away
There was nothing I could do
To stop you feeling blue
Anyway
Sister Rust
I need you now
Cause I've got a feeling
It's you and me again
Waiting for the credits to end
Now and forever
With something in our hearts
That if we were to stop
Would pull us away
There's nothing we can do
To stop feeling this blue
Anyway

Sister Rust lyrics © BMG Rights Management
Artist: Damon Albarn
Released: 2014
Songwriter(s): Damon Albarn

“SISTER RUST” TRACK INFO

Produced By: Electric Wave Bureau
Written By: Damon Albarn
Release Date: July 24, 2014
Mixing: Stephen Sedgwick
Mastered by: Kevin Metcalfe
Recorder By: Stephen Sedgwick
Sample: Éric Serra
Vocals: Damon Albarn
Recorded At: Studio 13

Sources: Apple Music, Google, lyricfind and GENIUS

Monday, December 02, 2013

Morg (Cerpen oleh Clare Reddaway) Terjemahan Bahasa Indonesia

Morg by Clare Reddaway

Morg kesal. Lebih dari kesal, ia teramat sangat marah. Lagi-lagi ia harus memilih untuk mengkhawatirkan adik kecilnya itu. Biasanya ia selalu riang, seperti saat ia melihat adiknya itu tersandung karena kakinya yang masih pendek, atau saat adiknya itu mengoceh tidak jelas dengan gayanya yang mengundang tawa itu, tetapi hari ini ada sesuatu yang jauh lebih menarik terjadi. Para kaum pria sudah bersiap-siap untuk pergi berburu. Sudah berbulan-bulan lamanya tidak ada perburuan. Pertama karena akhir-akhir ini terlalu sering turun hujan dan kemudian terlalu banyak yang harus dikerjakan saat panen. Tapi sekarang semua gandum sudah dikemas dan biji-bijian itu semua disimpan dalam lubang. Sang tabib sudah hadir di sini, ia membawa berkah dari para Dewa dan juga obat-obatan bagi penduduk desa. Kepala suku telah memutuskan bahwa sudah waktunya untuk pergi berburu. Di luar orang-orang berkumpul dan sang tabib sedang menjelaskan beberapa hal pada mereka. Morg ingin sekali berada di sana, bersama mereka.



Tapi Morg tidak diizinkan untuk pergi. Ia bahkan tidak diizinkan untuk sekedar melihat-lihat. Adiknya sedang sakit. Ia kerasukan semacam roh jahat di dadanya yang membuatnya batuk terus menerus. Ia harus selalu tetap hangat, dan untuk itu ia harus tetap berada di pondok. Oleh karena itu, sementara saat ibunya mengambil air, Morg harus tinggal di gubuk juga, menjaga adiknya.

Saat itu di pondok gelap. Gelap gulita dan hangat, hanya diterangi cahaya dari api yang dibakar di tengah ruangan. Kemudian, biasanya api akan dibangun sedemikian rupa sehingga akan menjilati kuali hitam bulat dan panas untuk merebus makan malam. Tapi untuk malam itu sayur mayur telah diletakkan pada balok-balok. Api biasanya akan tetap panas dan hidup, tidak perlu diberi kayu lagi. Morg tahu, api itu sama rakusnya dengan serigala lapar di tengah hutan sana yang sering ia dengar lolongannya saat malam hari.



Morg bisa mencium bau api itu, begitu akrab baginya, seakrab ia dengan bau ibunya. Ia bisa mencium dan langsung tahu apakah mereka sedang membakar ranting-ranting kecil atau kayu hazel (sejenis kacang-kacangan), kayu dari semak-semak atau kayu-kayu yang lainnya. Bagi Morg, begitulah bau rumah.



Pancaran cahaya dari api itu menerangi wajah anak kecil yang terbaring di sebelahnya, yang tertidur pulas di atas selimut. Morg menyapu lantai di sekelilingnya, masih dengan perasaan kesal. Setiap remah-remah atau daging sisa menjadi makanan bagi tikus-tikus, dan ibu Morg benci tikus. Morg benci sekali ibunya hari ini. Ia tahu ibunya begitu mengkhawatirkan adiknya yang demam itu, karena adiknya yang perempuan dulu juga sakit seperti itu sebelum akhirnya meninggal. Hal itu tidak menahan Morg untuk meracau, mengomeli kekejaman yang membuat ia ditahan di dalam pondok itu. Kadang, saat ia sudah terlanjur berkata-kata seperti itu, ia berharap bisa menarik kata-katanya kembali, tapi sudah terlambat. Ia lalu melihat-lihat ke sekelilingnya dengan cemas. Jangan-jangan ada yang mendengar. Ia berceloteh lagi, tapi dengan kata-kata yang baik sambil berharap-harap cemas kalau tidak ada yang mendengar perkataanya itu tadi.



Di luar, ia mendengar suara terompet tanda berburu. Bunyinya kencang dan tajam, memenuhi seluruh desa. Morg beringsut menuju pintu. Ia bisa melihat dengan cahaya yang lewat melalui celah di papan, tapi itu tidak cukup. Ia membuka pintu sedikit. Mungkinkah ia bisa menyaksikan mereka dari sini? Ia mungkin hanya bisa menangkap sekilas apa yang sedang terjadi di sana. Tapi ia tidak bisa melihat apa-apa. Pagar tempat mengurung babi menghalangi pandangannya. Ia membuka pintu lebih lebar lagi, dan terjangan badai es pun menerpa tangannya. Angin menghantam, menggegerkan seisi pondok. Di belakangnya, bara berderik lalu api menyala dan bayi itu terbangun. Morg tidak memperhatikannya. Ia berusaha mengontrol pintu itu. Dijepitnya dengan batu, sehingga sekilas terlihat masih tertutup. Ia berlari keluar dan menyeberang ke sudut pagar babi.



Morg meloncat ke rerumputan yang berjajar di depan pagar. Rerumputan itu berserakan oleh angin es pertama musim itu dan Morg menggigil. Di sini selalu dingin dan berangin. Desa ini dibangun di atas sebuah dataran bukit, sebuah bukit yang tampak seolah-olah seperti tegaknya tubuh seseorang yang baru saja dipancung dengan pedang. Morg tahu bahwa wajar saja jika tempat mereka jadi seperti itu. Salah satu cerita dari ayahnya yang mengisahkan tentang buyutnya, yang datang ke bukit ini ketika masih kecil. Beliau sudah di sini sejak saat mereka menggali tempat ini dan membuat gundukan di atasnya, batu demi batu, sampai tempat itu menjadi datar dan halus sehingga siap untuk mereka diami. Bukit ini dipilih karena tinggi dan dari atasnya kita bisa memandang hutan dan lembah-lembah sungai hingga bermil-mil jauhnya. Orang tidak bisa merayap naik ke bukit ini tanpa terlihat. Bukit yang bagus.



Dari tempat di mana ia mengintai, Morg bisa melihat sepuluh atau dua belas pondok bulat dengan atap jerami runcing yang di sekitarnya dilingkari rerumputan. Kambing-kambing coklat kumal yang ditambatkan ke tiang-tiang, sedang merumput. Ada beberapa unggas di samping gubuk temannya, Olwig. Ia bisa melihat benteng-benteng tinggi yang terbuat dari tanah di sekitar tepi desa yang membuat mereka semua aman. Di dekat gerbang benteng, berdiri sekumpulan pria. Mereka diam dan mendengarkan. Rambut pirang panjang mereka tertiup angin. Morg bisa melihat wajah mereka dengan jelas. Lalu hembusan angin menyingkapkan wajah ayahnya, yang berada di tempat yang agak jauh dari mereka, berdiri di antara kuda dan Arlen anjingnya, yang diberi pengikat di lehernya. Arlen telah memamerkan giginya dan itu menandakan Arlen sudak tak sabar mengejar buruan ayah Morg. Arlen suka berburu, tapi dia tidak suka menunggu. Di sana, di samping ayahnya, ada Col, adik Morg. Morg geram. Ini adalah kali kedua adiknya itu ikut pergi berburu, sedangkan ia baru berumur tujuh tahun, satu musim dingin lebih muda daripada Morg. Col menyeret-nyeret kakinya, bosan dengan ceramah sang tabib, tak lagi sabar untuk pergi berburu. Morg tidak pernah bertingkah begitu kurang ajar.



Tiba-tiba terdengar jeritan dari belakangnya, teriakan menjerit yang meraung-raung. Sekejap Morg melompat berdiri dan sudah berada di pondok, di samping adik kecilnya itu. Wajah adiknya tegang dan air mata mengalir deras di pipinya. Anak itu melambai-lambaikan tangannya dan melengkungkan punggungnya, ingin bangun. Dia memukul-mukuli wajah Morg, tapi Morg berusaha mengangkatnya. Morg mencoba menenangkannya, tapi tak juga diam. Kemudian Morg mencium bau seperti ada sesuatu yang terbakar. Sebuah balok terlihat tergeletak membara di atas selimut. Segera dimasukkan oleh Morg kembali ke dalam tungku api, dikibas-kibaskannya bara itu dan menduga-duga apa yang telah terjadi. Rupanya tadi api telah berkobar. Anak itu tadi melihat api membesar dan merayap ke arahnya. Dipegangnya balok yang terbakar itu. Tampak oleh Morg - salah satu tangannya yang mengepal. Buru-buru ia meraih botol air yang terbuat dari kulit dan dituangkannya air ke dalam mangkuk. Dimasukkannya tangan adiknya ke dalamnya. Telapak tangannya merah dan melepuh. Ia yang menyebabkan semua ini, Morg sadar, teringat dengan sumpahnya untuk menjaga adiknya itu. Perlahan-lahan jerit tangisnya reda. Morg melembutkan wajahnya dan bersenandung lembut kepadanya, ditimangnya adiknya itu di pangkuannya.



Morg mendengar derit pintu terbuka. Itu ibunya. Ia membawa kendi air dari tanah liat yang terlihat begitu berat di atas kepalanya. Adik Morg yang paling kecil diikat di punggungnya - Dewa kesuburan tampaknya ramah pada keluarga ini. Ibu Morg tampak kelelahan. Morg menatap lantai.



"Morg?"



"Kebakaran," gumam Morg, seraya jeritan tangis itu kembali meninggi. Ibunya berjalan menghampiri.



"Jelaskan," kata ibunya sambil mengangkat anak itu. Morg menjelaskan. Ibunya berniat mengelus kepalanya. Morg merunduk, menghindar, tapi ibunya terlalu lelah untuk marah, ditambah lagi harus menghibur anaknya itu.



"Oh, Morg yang tidak berguna," katanya. "Pergilah. Habiskan waktumu seharian ini dengan domba-domba di luar sana. Aku tidak ingin melihat wajahmu."



Morg berpaling lalu pergi. Itulah kebebasan yang selama ini selalu ia inginkan. Tapi entah kenapa dia tidak menginginkannya lagi.



***



Morg tertunduk lesu, keluar dari gubuk. Dia mendengar bunyi terompet itu lagi – pertanda orang-orang akan segera berangkat berburu. Dia melihat para pria melompat menunggangi kuda mereka, mengendalikan kuda mereka dengan tangan dikaitkan ke surai yang panjang. Semua sudah naik ke kuda, kecuali Col. Kudanya, Branrin, berputar-putar, menolak untuk dinaiki Col. Morg mengepalkan tinjunya. Harus tangkas kalau mau menunggangi Branrin, pikirnya. Col harus tahu itu. Akhirnya Col berhasil naik, wajahnya merah padam karena malu.



Kuda-kuda dipecut dan kepala mereka pun melambung, napas mereka seperti asap di udara yang dingin. Anjing-anjing menyalak tak sabar. Ayah Morg, sebagai pemimpin berburu, memimpin kerumunan melalui tebingan tinggi yang menghubungkan desa dengan pintu gerbang luar. Penjaga melambaikan tangan saat mereka lewat. Morg menatap lama barisan itu hingga menghilang dari pandangan. Ia merengut.



"Morg!" Ia mendengar teriakan. Itu temannya, Olwig. "Kami terlambat membawa domba ke dataran bawah sana. Mau ikut?"



Morg tidak bisa memutuskan. Menolak untuk menjaga domba akan membuat ibunya lebih marah lagi. Di sisi lain, ia ingin ikut berburu. Namun, rombongan berburu sudah pergi. Bahkan Tabib telah kembali ke gubuknya.



"Baiklah," katanya kesal. "Di mana domba-domba itu?" Olwig menunjuk dan Morg melihat adik Olwig, Pridoc yang sedang menghalau tiga domba dengan ranting hazel. Sebentar saja domba-domba itu mampu dikumpulkan oleh Pridoc, sampai akhirnya mereka berpencar lagi lari melompati kepalanya. Pridoc yang terkaget, tersungkur di tumpukan sampah. Morg tak tahan tertawa melihatnya.



"Ayo," katanya kepada Olwig. Mereka berdua mahir mengembala domba. Mereka pun berangkat untuk mengumpulkan kawanan domba itu.



Ini adalah pekerjaan musim dingin. Semua domba penduduk desa di musim panas dibiarkan berkeliaran di luar, tapi sekarang malam hari akan sangat gelap dan lebih lama daripada musin panas, dan domba-domba itu akan dengan mudah dimangsa. Jadi setiap sore anak-anak bergiliran untuk menghalau mereka semua untuk pulang, dan keluar lagi setiap pagi ke ladang untuk mencari makan. Hari ini, domba-domba itu melincah dan senewen, mungkin merasakan geliat kegembiraan para pemburu dan anjing-anjing itu. Ini menyita semua keterampilan Morg dan Olwig dalam menenangkan kawanan itu untuk melalui lorong sempit ke pintu gerbang. Saat biri-biri jantan yang terakhir lewat, Morg menepuk wol-nya yang tebal dan padat. Pada musim semi, saat domba akan berganti bulu, wol-nya mulai dipangkas, sehingga mereka akan terlihat kurus, dengan sisa bulunya yang hanya helai-helai coklat. Anak-anak itulah yang harus memanen wol untuk dibuat menjadi kain – jika mereka sudah bisa menangkap dombanya. Hanya anak dengan dengan kaki yang sangat tangkas bisa mengejar domba itu dan menangkapnya. Morg ingat ketika suatu saat dulu ia menangkap domba paling banyak, dan memanen bundel wol paling besar. Ibu dan ayahnya begitu bangga padanya saat itu.



Mereka akan bangga lagi, pikirnya, dan ia pun dengan giat menuntun ke domba jantan yang besar, yang melompat dengan gesit keluar dari jalan dengan hentakan tumitnya yang tangkas.



"Semoga Dewi Alos memberkati perburuan hari ini, huh?" teriak Olwig lagi kepada Morg.



Saat Olwig mengatakan hal itu, setahu Morg ia telah mengatakannya yang kesekian ratus kalinya. Sang Dewi mungkin memberkati para pemburu. Dia mungkin memberkati Morg juga. Dia mungkin mengangkat usaha keras Morg yang telah begitu bodoh membiarkan halauannya longgar. Morg menggiring domba melalui medan pintu gerbang yang berat melewati benteng. Sementara ia sendiri tenggelam dalam alam pikirannya.



Tanah miring dan curam yang dilalui menurun dari gerbang dan jalan itu berbahaya. Ia harus jeli di mana ia melangkah untuk menghindari kehilangan pijakan. Penduduk desa sengaja membuat jalan begitu kasar untuk mencegah datangnya pengunjung yang tak diinginkan. Domba meloncat ringan. Mereka sudah tahu jalan menuju tempat mereka untuk merumput. Sudah tersedia banyak makanan untuk mereka disana, dan mereka juga memupuk lahan itu dengan kotoran mereka untuk masa penanaman musim depan.



"Olwig?" bujuk Morg, saat domba-domba itu merumput dan diam. Olwig tahu nada suara yang membujuk ini dan dia tidak senang.



"Apa?"



"Aku temanmu, kan?"



Olwig waspada, tapi dia mengangguk.



"Maukah kau melakukan sesuatu untukku? Untukku, temanmu. Aku akan selamanya berhutang budi padamu." Morg membungkuk seolah begitu rendah hati padanya. Olwig mendesah panjang.



"Apa?"



"Aku harus pergi. Aku mau kau yang menjaga domba."



"Sendirian?" Olwig terkejut.



"Aku akan segera kembali."



"Kau mau kemana?"



"Aku akan pergi ke hutan." Mata Olwig terbelalak. Pergi ke hutan keramat itu sendirian kemungkinan akan menakutkan.



"Apa yang akan kamu tawarkan kepada Dewi?" tanyanya, akhirnya.



"Ini," kata Morg singkat seraya menunjukkan jarinya ke bros di lehernya yang menempel pada jubah tebal cokelat di lehernya. Itu adalah sebuah perunggu yang ditempa dan membentuk lingkaran, dengan pola melingkar-lingkar di atasnya. Ayahnya membeli itu untuknya saat pergi beberapa bulan yang lalu. Ia ingat betul saat ayahnya turun dari kuda, rambutnya menggelitik wajah Morg. "Dan ini untuk Morg kecilku, " kata ayahnya sambil tertawa dan menyematkan bros di tuniknya itu. Ia sangat menyayangi bros itu.



Olwig tersentak. Dia tahu Morg serius.



"Pergilah sekarang," katanya. "Para Dewa menyertaimu."



Morg pun pergi ke dalam hutan. Olwig menatap lama ke pepohonan sampai Morg pun tidak terlihat lagi.



***



Morg suka hutan, dan sekaligus juga takut. Rakyatnya memerlukan hutan untuk bertahan hidup, tapi kadang-kadang hutan juga menelan mereka. Morg tahu persis bahkan setiap inci tepian hutan itu. Dia sering dikirim keluar bersama Olwig untuk mencari dan mengumpulkan hazel atau beech nut (sejenis kacang-kacangan juga) di saat musim gugur. Hasilnya akan disimpan dalam lubang, seperti yang biasa dilakukan tupai, supaya awet berbulan-bulan di musim dingin. Morg suka memetik blackberry yang muncul di akhir musim panas. Di tuniknya masih ada bekas noda ungu getah buah-buahan itu. Ayahnya tertawa dan bertanya ada berapa banyak sebenarnya blackberry yang mereka petik dan bawa pulang hingga benar-benar mencapai desa. Morg tahu di mana tempat memetik daun melde hijau yang biasanya suka dimakan keluarganya dengan daging, yang paling menyenangkan, tanaman-tanaman yang mereka tumbuk hingga halus untuk membuat minyak.



Memang, Morg-lah yang pertama kali menemukannya, Mistletoe, tanaman suci yang menyembuhkan hampir semua penyakit. Ia telah menunjukkannya pada Tabib di mana tanaman itu tergantung dan Tabib pun senang padanya. Diletakkan tangannya yang pucat itu di atas kepala Morg dan menatap matanya dalam-dalam dan memberi tahu bahwa ia telah melakukan hal baik dan bahwa ia akan diberkati oleh para Dewa. Saking Morg merasa begitu bangga hingga dia pikir dia akan pingsan ketika itu. Semua tanaman obat telah dikumpulkan pada hari keenam pada bulan itu, dan Tabib telah mengorbankan tiga unggas untuk Ibunda Dewi agar membawa keberuntungan bagi mereka. Dia membawa tanaman obat tersebut ke gubuknya, dan Morg membayangkan bahwa di sana ia akan membuat ramuan penyembuhan untuk orang-orang di desanya.



Itu terjadi tiga musim yang lalu, di musim semi. Sekarang Morg tidak lagi merasa diberkati oleh para Dewa. Sejak lahirnnya bayi yang baru itu, di mata ibunya ia tak lagi bisa melakukan apa pun dengan benar. Ibunya selalu kelelahan dan marah-marah. Dia berjalan dengan langkah berat dan Morg sudah dua kali melihatnya meringkuk, mencengkeram perutnya, menangis kesakitan. Morg penasaran apakah tanaman itu bisa mengusir apapun yang sedang merasuki ibunya itu.



Morg memikirkan ibunya saat ia menjejakkan kaki ke dalam hutan. Jalan ke dalam sana jauh, dan ia harus pergi ke bagian yang ia belum tahu. Semakin jauh ke dalam, jalan menjadi semakin sempit, dan semakin kurang baik. Pohon-pohon yang lebih berdekatan satu sama lain, dan Morg hampir tidak bisa melihat langit yang kelabu di atas sana dengan mata telanjang, terhalang jalinan cabang-cabang pohon. Ia tahu, selama ia terus mengikuti jalan ini, ia pasti akan sampai ke tengah hutan, tapi ia gugup dan takut. Ia mengingatkan dirinya sendiri bahwa orang-orang pernah melihat serigala ketika domba yang baru tumbuh besar milik tetangganya Daroc hilang, dan itu terjadi genap tiga bulan lalu. Serigala tidak akan menyerang di siang hari, pikirnya. Sebuah dahan pohon patah dan jatuh di belakangnya. Hal itu membuatnya berlari ketakutan. Ia berlari dan berlari, sampai terengah-engah, napasnya tak karuan dan ia merasa seolah-olah ada belati yang ditekan ke dalam dirinya dan ia harus berhenti sekarang. Ia melihat dengan ketakutan ke arah belakangnya. Tidak ada apa-apa di sana. Tetap tenang, ia berkata pada dirinya sendiri, tetap tenang dan kamu akan selamat. Namun begitu, ia mencoba untuk berjalan tanpa suara dan terus berharap-harap cemas semoga ia tidak akan celaka.



Jalan mulai menanjak ke atas. Sangat curam. Bahkan pohon-pohon bersandar ke bukit agar tidak longsor ke bawah. Jalan itu berbahaya, tertutup bebatuan longgar. Morg harus bersusah payah untuk menjaga pijakan dan menggunakan tangannya untuk menjaga keseimbangan tubuhnya. Lalu ia mendengar suara air terjun dan ia tahu bahwa ia sudah hampir sampai. Beberapa menit kemudian ia naik ke atas pinggiran bebatuan yang terakhir dan keluar dari pepohonan. Ia telah sampai. Rumput di dataran itu segar dan hijau, lebih hijau dari yang dilihatnya selama berbulan-bulan sebelumnya. Di hadapannya ada dua batu besar, menghimpit satu sama lain. Dari celah antara keduanya mengalir air dingin dan jernih. Di aliran air itu, bebatuan mengkilat merah dan hitam. Menjorok di atas mata air itu ada pohon ek, pohon yang sangat besar, yang bahkan jika Olwig dan Morg berpegangan tangan dan membentang selebar yang mereka bisa, tangan mereka tidak akan mencapai penuh lingkar batangnya. Itulah pohon suci Alos, Dewi hutan.



Morg tertegun, ragu-ragu. Ia tiba-tiba takut. Bagaimana jika Dewi mengira ia telah berlaku kurang ajar? Ia sendirian dan masih kecil, berani mendekatinya tanpa ditemani seorang pendeta pun? Morg berlutut, dan kemudian menundukkan kepalanya ke tanah, mengarahkan lengannya ke mata air.



"Oh Dewi, lindungi dan berkatilah aku," gumamnya. "Aku minta maaf karena hanya aku sendirian di sini. Maksudku, aku tidak mengajak Tabib atau siapa pun. Seperti yang engkau lihat, aku tidak sempat mengajak mereka." Ia kemudian mendongak, berharap Alos akan mengerti.



"Aku membawakan ini," katanya dan ia copot brosnya. Jubahnya terlepas dari bahunya. Ia menggenggam bros itu erat-erat dalam kepalan tangannya.



"Ini adalah benda kesayanganku. Aku ingin memberikannya kepadamu." Ia masukkan genggamannya itu ke bawah air dan perlahan-lahan membukanya. Air mengalir melalui lingkaran yang terbuat dari perunggu itu. Tampak begitu indah, dan jari-jarinya mencengkeram di atasnya. Mungkin dia bisa menawarkan sesuatu yang lain. Angin yang begitu dingin berhembus melewati dedaunan pohon ek itu. Itulah jawabannya. Dewi menginginkan brosnya.



"Aku minta maaf atas kesalahanku. Tolong, buatlah ibuku jadi lebih baik lagi. Keluarkan roh-roh yang mendiami dirinya itu. Buatlah dia bangga padaku. Buatlah ia menyayangiku lagi."



Kemudian, ia tidak tahan lagi dengan genggamannya, bros itu pun terlepas, "Aku ingin ikut pergi berburu. Col boleh ikut, kenapa aku tidak boleh?"



Morg biarkan bros itu meluncur keluar dari tangannya dan masuk ke lubuk air terjun itu.



"Apakah terlalu banyak yang aku pinta itu? " katanya. Dia melangkah mundur. Saat ia mundur, awan yang kelabu tiba-tiba menjadi cerah, dan matahari pun muncul. Itu membuat brosnya berkelap kelip di bawah air dan kilauannya menari-nari di permukaan air. Sang Dewi telah menerima persembahannya.



Morg mengambil langkah berbalik dari sungai itu dan melihat ke sekelilingnya. Hutan itu senyap dan diam. Morg merasa kedinginan. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Mungkin sebaiknya ia pulang saja sekarang.



Saat ia mencoba untuk memutuskan, ia mendengar suara derap kencang yang menakutkan. Seekor babi jantan besar keluar dari pepohonan dekat sungai itu. Babi itu melengking karena terkejut dan tiba-tiba berhenti. Berdiri menghadap ke arahnya, Dengan taringnya yang tajam babi itu bisa saja menanduk seorang pria hingga tewas. Sorot mata kecilnya itu menatap Morg.



Morg menatap balik.

***

Baca cerita selengkapnya disini